Friday, October 15, 2021

PEMIMPIN PEMBELAJARAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

 

PEMIMPIN PEMBELAJARAN 

DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

 


Oleh:

Wiji Indayati – SMP Negeri 3 Sumbermanjing Wetan

CGP Angkatan 2 Kabupaten Malang

 

Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya adalah seorang pemimpin pemimpin pembelajaran yang mampu mengidentifikasi aset (kekuatan) dan masalah (kelemahan) yang dimiliki oleh lingkungan belajarnya, selanjutnya mampu merancang tindakan dalam mengelola kekuatan dan kelemahan tersebut dalam mencapai tujuan belajar secara maksimal. Peran  pemimpin dalam pengelolaan sumberdaya di sekolah adalah sebagai perencana hingga pengevaluasi keefektifan sumberdaya yang ada dalam mendukung tercapainya visi, misi, dan tujuan sekolah

Dalam upaya implementasi, seorang pemimpin pembelajaran dapat menerapkan Aset Based Community Development (dalam Bahasa Indonesia = Pengembangan Komunitas Berbasis Aset) yang menggunakan pendekatan berbasis aset (aset-based thinking). PKBA ini muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional yang menekankan pada masalah dan kekurangan sebuah komunitas (deficit-based thinking).

Ciri-ciri pelaksanaan pendekatan berbasis aset adalah: 1) berfokus pada aset dan kekuatan, 2) membayangkan masa depan, 3) berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut, 4) mengorganisasiakan kompetensi dan sumberdaya, 5) merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan, 6) melaksanakan rencana yang telah diprogramkan,

Kegiatan perencanaan bisa dimulai dengan mengidentifikasi aset (modal) yang dimiliki. Aset yang diidentifikasi, dikelompokkan menjadi 7 aset (modal) utama: 1) modal manusia, 2) modal sosial, 3) modal fisik, 4) modal lingkungan/alam, 5) modal finansial, 6) modal politik, dan 6) modal agama dan budaya. Dari modal-modal tersebut, selanjutnya diidentifikasi pola relasi yang tercipta dengan pendidikan yang bisa dimanfaatkan dan dikelola sebagai peluang untuk menunjang pengembangan, perencanaan kegiatan dan pencapaian tujuan pembelajaran.

Sumberdaya (modal) yang dimiliki oleh sebuah sekolah jika dikelola dengan baik akan membantu proses pembelajaran murid menjadi berkualitas. Sebuah modal tentu memiliki unsur fungsi dan kebermanfaatan, bagi pengguna. Ketika unsur-unsur yang dimiliki oleh modal-modal yang dimiliki oleh sekolah dipadukan, tentu akan saling melengkapi dan menunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang berkualitas.

Sebuah modal alam yang tersedia, memerlukan modal manusia sebagai pengelola. Modal manusia tersebut memerlukan modal fisik, finansial, politik, dan sosial sebagai sarana dan prasarana. Selanjutnya, kegiatan dilaksanakan dengan memanfaatkan momen pada  modal agama/budaya agar lebih terintegrasi secara keseluruhan.

Contoh, dalam sebuah program budidaya penanaman sayur di sekitar sekolah, dibutuhkan lahan (alam) sebagai tempat penanaman. Guru, murid, KS, dan orang tua (manusia) juga dibutuhkan sebagai pengelola. Selanjutnya, pengelola memerlukan sumber pendanaan (finansial) untuk mencukupi kebutuhan kegiatan, peralatan tanam (fisik), dan pihak penyedia bibit, pupuk, dan narasumber pembudidaya sayuran yang telah berhasil (politik). Kegiatan dilaksanakan dengan semangat gotong royong dan kebersamaan dari semua pihak (sosial). Proses pelaksanaan program juga dilaksanakan dengan adat yang berlaku di daerah tersebut (budaya).

Segala sumberdaya yang ada, dikelola menjadi sebuah program yang mendukung tercapainya visi sekolah. Dalam praktiknya, visi sekolah tersebut dijalankan dalam tindakan pembentukan karakter Profil Pelajar Pancasila yang diakomodir dalam budaya positif yang diterapkan di sekolah.

Seorang  pemimpin pembelajaran, dalam mengelola sumberdaya yang ada tentu menemui masalah-masalah baik yang dihadapi oleh guru maupun murid. Untuk mengelola masalah tersebut dalam mencari tindakan solutif, diperlukan teknik coaching untuk mempertajam kekuatan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat dalam menemukan jalan keluar dari kasus yang dihadapi..

Sebagai pemimpin pembelajaran, ketika mengelola modal-modal yang dimiliki oleh sekolah untuk menjalankan sebuah program, guru tentu mengalami dilemma etika dalam mengambil keputusan. Sekiranya 9 langkah pengambilan keputusan bisa membantu pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan. Tentu saja keputusan yang diambil adalah keputusan yang berpihak pada murid.

Dan akhirnya, pengambilan keputusan dalam mengelola modal yang dimiliki dalam program sekolah bisa menggunakan pendekatan berbasis aset (asset-based thinking) yang hanya berfokus pada aset dan kekuatan dalam mencapai kesuksesan.

Sebelum mempelajari modul ini, saya belum menyadari sepenuhnya aset (modal) yang ada dimiliki oleh sekolah yang bisa dipergunakan untuk membantu proses pembelajaran menjadi lebih berkualitas.

Setelah sesi eksplorasi konsep, diskusi, dan elaborasi pada modul ini, saya mendapatkan pemahaman dan ide-ide mengenai modal-modal yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran


Salam Guru Penggerak!

Salam dan Bahagia !

Sunday, October 3, 2021

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMIMPIN PEMBELAJARAN


 

Oleh:

Wiji Indayati – SMP Negeri 3 Sumbermanjing Wetan

CGP Angkatan 2 Kabupaten Malang

Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, memperkenalkan Pratap Triloka yang menjadi nafas pendidikan di Indonesia yang berbunyi, Ing ngarsa sung tuladha (Di depan memberi contoh), Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah memberi semangat), Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan). Pratap Triloka tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku seorang pendidik.

Dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, guru selain melaksanakan tugas merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, guru juga memiliki tugas sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin tentu dihadapkan dalam beraneka ragam dilemma etika atau bahkan bujukan moral dari situasi yang terjadi di sekitarnya. Dalam situasi tersebut, guru sebagi pemimpin pembelajaran dituntut untuk memutuskan keputusan apa yang akan diambil. Seorang guru yang menggunakan Patrap Triloka sebagai pedoman pengambilan keputusan, akan tampak profilnya sebagai berikut:

1.      Ing ngarsa sung tuladha (ketika berada didepan, memberi/menjadi teladan)

Guru sebagai pemimpin pembelajaran, ketika akan mengambil keputusan maka akan memberikan keteladanan berupa sikap-sikap tenang dalam proses pengambilan keputusan dan bersikap arif dalam mengambil keputusan. Dan tentu saja keputusan yang diambil tidak akan condong pada kepentingan salah satu pihak, tetapi lebih dicondongkan pada keberpihakan terhadap murid.

2.      Ing madya mangun karsa (ketika berada diposisi tengah, membangun inisiatif/inspirasi bagi orang-orang disekitarnya)

Guru sebagai pemimpin pembelajaran juga membaurkan diri dengan murid dan warga komunitas belajarnya. Dalam situasi yang membutuhkan sebuah pengambilan keputusan, guru menempatkan diri dalam posisi setara dengan pihak-pihak yang terlibat. Dalam hal ini, posisi sebagai Coach sangatlah untuk menumbuhkan inspirasi/ide-ide solutif yang menumbuhkan kekuatan/potensi Coachee dalam menyelesaikan situasi yang sedang dihadapi.

3.      Tut wuri handayani (ketika berada dibelakang, memberi dukungan/dorongan semangat)

Guru sebagai pemimpin pembelajaran menempatkan diri sebagai pendorong semangat murid atau warga komunitas belajarnya. Ketika berada dalam situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan, seringan atau seberat apapun resiko keputusan yang akan dihadapi atas keputusan yang diambil, guru akan senantiasa membesarkan hati murid atau warga belajar. Dalam kondisi tersebut akan tercipta semangat dalam menjalani situasi apapun.

Dengan menjiwai Patrap Triloka dalam mengambil keputusan, akan tercermin sosok guru yang berorientasi pada murid. Dengan teladan, bimbingan (coaching), dan  dorongan semangat yang diberikan maka kekuatan/kelebihan murid akan terasah dalam menyelesaikan situasi yang dihadapi. Dalam kondisi tersebut, maka kemerdekaan dan kebahagiaan murid akan tercipta.

Dalam artikel berjudul “Teori Perilaku Manusia” yang dimuat di https://www.kompas.com/skola/read/2021/01/28/183432569/teori-perilaku-manusia menyebutkan salah satu komponen dalam Teori Social Cognitive of Self Regulation adalah keyakinan tentang kemampuan pribadi/kelompok untuk melakukan perilaku yang membawa hasil sesuai yang diinginkan. Dari artikel tersebut bisa kita simpulkan bahwa nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang akan mempengaruhi orang tersebut dalam berperilaku.

Proses pengambilan keputusan, sebagai salah satu wujud perilaku, tentu akan dipengaruhi oleh keyakinan atas kekuatan/kelebihan seseorang. Ketika seseorang yakin bahwa ia mampu dan bisa melampaui sebuah situasi maka kemampuan kognitifnya akan berproses untuk mencari kemungkinan-kemungkinan ide solutif untuk keluar dari kondisi tersebut. Sebaliknya, ketika telah tertanam pesimisme dalam dirinya, maka otaknya akan tertutup untuk memikirkan hal-halyang bisa dilakukan.

Sebagai Guru Penggerak yang telah tertanam nilai-nilai mandiri, berfikir reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpusat pada murid, maka dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin pembelajaran maka sikap-sikap yang dilakkukan akan mencerminkan nilai-nilai tersebut.

Dalam proses mengambil keputusan, nilai-nilai guru penggerak akan mempengaruhi keputusan yang diambil. Dalam menghadapi situasi tertentu, guru akan mandiri, tidak tergantung pada orang lain. Dalam langkah tindakan yang diambil, guru berfikir reflektif memikirkan apakah tindakan yang diambil telah tepat dan perbaikan apa yang diperlukan. Dalam memutuskan tindakan yang akan diambil, guru tidak bisa menjalankannya sendiri, guru membutuhkan pihak lain sebagai kolaborator untuk bekerjasama. Langkah-langkah yang diambil merupakan hasil pikiran inovatif guru dalam menciptakan ide-ide kreatif dan solutif. Dan keputusan yang diambil tentu saja akan berpusat pada murid dengan segala kodrat yang mereka miliki.

Dalam kegiatan terbimbing materi pengambilan keputusan topik coaching, Pendamping Praktik dan Fasilitator telah memberikan ide dan saran sehingga proses pengambilan keputusan bisa berjalan dengan efektif dan lancar. Karena prinsip yang digunakan adalah berbasis hasil akhir, maka proses pengambilan keputusan masih menyisakan pertanyaan, yakni apakah keputusan yang telah dibuat akan meberikan dampak yang baik atau sebaliknya dikemudian hari?

Menurut Ouska dan Whellan (1997) dalam https://idr.uin-antasari.ac.id/44/1/Konsep%20Nilai.pdf , moral adalah prinsip baik buruk yang ada dan melekat dalam diri individu atau seseorang. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.

Dalam artikel yang sama, penulis menyebutkan bahwa nilai dimaknai sebagai cermin perilaku hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara bersikap dan dalam cara bertindak. Dalam kehidupan manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadasari maupun tidak. Nilai ini dijadikan sebagai penuntun sikap dan tingkah laku.

Dalam situasi yang menghendaki seorang  pendidik untuk mengambil keputusan, hal yang pertama ali dilakukan adalah mengenali bahwa ada nilai-nilai yang bertentangan. Moral yang dimiliki oleh pendidik akan mengklasifikasikan nilai-nilai tersebut. Selanjutnya, pada tahap pengujian paradigma, nila seorang pendidik juga akan menentukan jenis paradigma yang akan digunakan. Dan pada akhirnya, dalam proses pengambilan keputusan, maka yang dijadikan patokan adalah nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya.

Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, tepat dan berdampak untuk menciptakan lingkungan poitif, kondusif, aman dan nyaman, maka  diperlukan kompetensi kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, dan keterampilan berhubungan sosial. Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan kesadaran penuh (mindfulness), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Hal ini berkaitan dengan modul pembelajaran Sosial Emosioanal). Pengambilan keputusan yang tepat akan berpengaruh dengan terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman dengan demikian akan berpengaruh bagi peserta didik dalam proses pembelajaran.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran kita sering dihadapkan pada situasi dimana kita diharuskan mengambil suatu keputusan, namun terkadang dalam pengambilan keputusan terutama pada situasi dilema kita masih kesulitan misalnya lingkungan yang kurang mendukung, bertentangan dengan peraturan, pimpinan tidak memberikan kepercayaan karena merasa lebih berwenang, dan meyakinkan orang lain bahwa keputusan yang diambil sudah tepat, perbedaan cara pandang serta adanya opsi benar lawan benar atau sama-sama benar.

Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambilkarena tidak ada keputusan yang bisa sepenuhnya mengakomodir seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan kesamaan visi, budaya dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan lebih jelas.

Di lingkungan saya, ada kesulitan yang dihadapi untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilemma etika. Contohnya ketika dalam situasi yang menghendaki kebijakan berhubungan dengan IT dan kemerdekaan belajar murid.

Kesulitan dalam pengambilan keputusan adalah dikarenakan masih adanya beberapa pendidik yang menggunakan paradigma pengajaran lama (teacher-centered) dan menganggap IT membawa dampak buruk saja terhadap murid., yakni. Proses pembelajaran didalam kelas maupun interaksi diluar kelas masih ada yang menggunakan model ceramah dan guru adalah satu-satunya sumber belajar yang harus didengarkan. Demikian pula, pembelajaran didalam kelas masih kurang maksimal dalam memanfaatkan peran IT. Hal ini berdampak dalam  pelayanan pembelajaran yang kurang memenuhi perbedaan kodrat murid.

Seorang Guru Penggerak yang telah memiliki nilai-nlai GP akan memiliki tingkah laku hasil pencerminan nilai-nilai tersebut. Demikian pula dalam situasi yang menghendaki pengambilan keputusan, maka Guru Penggerak akan menunjukkan moral yang ada dalam dirinya.

Berpedoman pada nilai-nilai yang dimiliki, maka ketika seorang Guru Penggerak mengambil keputusan. Dan keputusan yang diambil tersebut tentu akan memerdekaan murid. Nilai inovatif yang dimiliki akan mencari ide pembelajaran yang memenuhi kebutuhan murid dan akan dipraktikkan dalam pembelajaran.

Dalam proses pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran hendaknya melakukan pengujian Benar versus Benar dengan berpedoman pada 4 paradigma, salah satu paradigma tersebut adalah paradigma jangka pendek versus jangka panjang. Dalam paradigma ini, hasil keputusan yang diambil bisa dirasakan dalam jangka waktu pendek atau dalam jangka waktu panjang. Keputusan yang diambil merupakan titik awal perubahan yang akan terjadi. Dan hal ini akan mempengaruhi masa selanjutnya dari pihak-pihak yang terlibat dalam keputusan tersebut.

 Dalam menjalankan peran sebagai pemimpin pembelajaran, tentu guru banyak menghadapi situasi yang menghendaki untuk mengambil keputusan secara bijak. Tentu saja, keputusan yang diambil hendaknya diarahkan pada pembelajaran yang berpihak pada murid dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan belajar murid sehingga bisa tercipta murid yang bahagia dan berkembang sesuai kodratnya.

Dalam proses pengambilan keputusan, guru bisa melibatkan atau meminta pendapat pihak-pihak lain dalam sebuah coaching agar bisa muncul ide-ide solutif yang memberdayakan kekuatan guru sebagai coachee. Dan akhirnya, dengan 9 langkah pengambilan keputusan seperti dalam Modul 3.1 ini, diharapkan keputusan yang diambil bisa mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid.

PROGRAM BUDIDAYA JAHE MERAH MEDIA CHOCOPEAT

  PROGRAM BUDIDAYA JAHE MERAH MEDIA CHOCOPEAT Oleh: Wiji Indayati –SMP Negeri 3 Sumbermanjing Wetan CGP Angkatan 2 Kabupaten Malang   ...