PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Oleh:
Wiji Indayati – SMP Negeri 3
Sumbermanjing Wetan
CGP Angkatan 2 Kabupaten
Malang
Ki Hadjar
Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, memperkenalkan Pratap Triloka yang
menjadi nafas pendidikan di Indonesia yang berbunyi, Ing ngarsa sung tuladha (Di depan memberi contoh), Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah
memberi semangat), Tut Wuri Handayani
(Di belakang memberi dorongan). Pratap Triloka tersebut memiliki pengaruh yang
besar terhadap perilaku seorang pendidik.
Dalam menjalankan
perannya sebagai pendidik, guru selain melaksanakan tugas merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, guru juga memiliki tugas sebagai
pemimpin pembelajaran. Seorang pemimpin tentu dihadapkan dalam beraneka ragam dilemma
etika atau bahkan bujukan moral dari situasi yang terjadi di sekitarnya. Dalam situasi
tersebut, guru sebagi pemimpin pembelajaran dituntut untuk memutuskan keputusan
apa yang akan diambil. Seorang guru yang menggunakan Patrap Triloka sebagai
pedoman pengambilan keputusan, akan tampak profilnya sebagai berikut:
1. Ing ngarsa sung tuladha (ketika berada didepan, memberi/menjadi teladan)
Guru sebagai pemimpin pembelajaran, ketika akan mengambil keputusan maka
akan memberikan keteladanan berupa sikap-sikap tenang dalam proses pengambilan keputusan
dan bersikap arif dalam mengambil keputusan. Dan tentu saja keputusan yang
diambil tidak akan condong pada kepentingan salah satu pihak, tetapi lebih
dicondongkan pada keberpihakan terhadap murid.
2. Ing madya mangun karsa (ketika berada diposisi tengah, membangun inisiatif/inspirasi bagi
orang-orang disekitarnya)
Guru sebagai pemimpin pembelajaran juga membaurkan diri dengan murid dan
warga komunitas belajarnya. Dalam situasi yang membutuhkan sebuah pengambilan
keputusan, guru menempatkan diri dalam posisi setara dengan pihak-pihak yang
terlibat. Dalam hal ini, posisi sebagai Coach sangatlah untuk menumbuhkan
inspirasi/ide-ide solutif yang menumbuhkan kekuatan/potensi Coachee dalam
menyelesaikan situasi yang sedang dihadapi.
3. Tut wuri handayani (ketika berada dibelakang, memberi dukungan/dorongan semangat)
Guru sebagai pemimpin pembelajaran menempatkan diri sebagai pendorong
semangat murid atau warga komunitas belajarnya. Ketika berada dalam situasi
yang membutuhkan pengambilan keputusan, seringan atau seberat apapun resiko
keputusan yang akan dihadapi atas keputusan yang diambil, guru akan senantiasa
membesarkan hati murid atau warga belajar. Dalam kondisi tersebut akan tercipta
semangat dalam menjalani situasi apapun.
Dengan menjiwai Patrap Triloka dalam mengambil keputusan, akan tercermin
sosok guru yang berorientasi pada murid. Dengan teladan, bimbingan (coaching),
dan dorongan semangat yang diberikan
maka kekuatan/kelebihan murid akan terasah dalam menyelesaikan situasi yang
dihadapi. Dalam kondisi tersebut, maka kemerdekaan dan kebahagiaan murid akan
tercipta.
Dalam artikel berjudul “Teori Perilaku Manusia” yang dimuat di https://www.kompas.com/skola/read/2021/01/28/183432569/teori-perilaku-manusia
menyebutkan salah satu komponen dalam Teori Social Cognitive of Self Regulation
adalah keyakinan tentang kemampuan pribadi/kelompok untuk melakukan perilaku
yang membawa hasil sesuai yang diinginkan. Dari artikel tersebut bisa kita
simpulkan bahwa nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang akan
mempengaruhi orang tersebut dalam berperilaku.
Proses pengambilan keputusan, sebagai salah satu
wujud perilaku, tentu akan dipengaruhi oleh keyakinan atas kekuatan/kelebihan seseorang.
Ketika seseorang yakin bahwa ia mampu dan bisa melampaui sebuah situasi maka kemampuan
kognitifnya akan berproses untuk mencari kemungkinan-kemungkinan ide solutif
untuk keluar dari kondisi tersebut. Sebaliknya, ketika telah tertanam pesimisme
dalam dirinya, maka otaknya akan tertutup untuk memikirkan hal-halyang bisa
dilakukan.
Sebagai Guru Penggerak yang telah tertanam
nilai-nilai mandiri, berfikir reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpusat
pada murid, maka dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin pembelajaran maka
sikap-sikap yang dilakkukan akan mencerminkan nilai-nilai tersebut.
Dalam proses mengambil keputusan, nilai-nilai guru
penggerak akan mempengaruhi keputusan yang diambil. Dalam menghadapi situasi
tertentu, guru akan mandiri, tidak tergantung pada orang lain. Dalam langkah
tindakan yang diambil, guru berfikir reflektif memikirkan apakah tindakan yang
diambil telah tepat dan perbaikan apa yang diperlukan. Dalam memutuskan
tindakan yang akan diambil, guru tidak bisa menjalankannya sendiri, guru
membutuhkan pihak lain sebagai kolaborator untuk bekerjasama. Langkah-langkah
yang diambil merupakan hasil pikiran inovatif guru dalam menciptakan ide-ide
kreatif dan solutif. Dan keputusan yang diambil tentu saja akan berpusat pada
murid dengan segala kodrat yang mereka miliki.
Dalam kegiatan terbimbing materi
pengambilan keputusan topik coaching, Pendamping Praktik dan Fasilitator telah memberikan
ide dan saran sehingga proses pengambilan keputusan bisa berjalan dengan
efektif dan lancar. Karena prinsip yang digunakan adalah berbasis hasil akhir,
maka proses pengambilan keputusan masih menyisakan pertanyaan, yakni apakah
keputusan yang telah dibuat akan meberikan dampak yang baik atau sebaliknya
dikemudian hari?
Menurut Ouska dan Whellan (1997) dalam https://idr.uin-antasari.ac.id/44/1/Konsep%20Nilai.pdf
, moral adalah prinsip baik buruk yang ada dan melekat dalam diri individu atau
seseorang. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya.
Dalam artikel yang sama, penulis
menyebutkan bahwa nilai dimaknai sebagai cermin perilaku hidup sehari-hari yang
terwujud dalam cara bersikap dan dalam cara bertindak. Dalam kehidupan manusia,
nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah
laku baik disadasari maupun tidak. Nilai ini dijadikan sebagai penuntun sikap
dan tingkah laku.
Dalam situasi yang menghendaki
seorang pendidik untuk mengambil
keputusan, hal yang pertama ali dilakukan adalah mengenali bahwa ada
nilai-nilai yang bertentangan. Moral yang dimiliki oleh pendidik akan
mengklasifikasikan nilai-nilai tersebut. Selanjutnya, pada tahap pengujian paradigma,
nila seorang pendidik juga akan menentukan jenis paradigma yang akan digunakan.
Dan pada akhirnya, dalam proses pengambilan keputusan, maka yang dijadikan
patokan adalah nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya.
Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, tepat dan
berdampak untuk menciptakan lingkungan poitif, kondusif, aman dan nyaman,
maka diperlukan kompetensi kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran
sosial, dan keterampilan berhubungan sosial. Diharapkan proses pengambilan
keputusan dapat dilakukan dengan kesadaran penuh (mindfulness), sadar dengan
berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Hal ini berkaitan dengan modul
pembelajaran Sosial Emosioanal). Pengambilan keputusan yang tepat akan
berpengaruh dengan terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan
nyaman dengan demikian akan berpengaruh bagi peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran kita sering dihadapkan pada
situasi dimana kita diharuskan mengambil suatu keputusan, namun terkadang dalam
pengambilan keputusan terutama pada situasi dilema kita masih kesulitan
misalnya lingkungan yang kurang mendukung, bertentangan dengan peraturan,
pimpinan tidak memberikan kepercayaan karena merasa lebih berwenang, dan
meyakinkan orang lain bahwa keputusan yang diambil sudah tepat, perbedaan cara
pandang serta adanya opsi benar lawan benar atau sama-sama benar.
Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri
untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambilkarena
tidak ada keputusan yang bisa sepenuhnya mengakomodir seluruh kepentingan para
pemangku kepentingan. Untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan
kesamaan visi, budaya dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah
institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan lebih jelas.
Di lingkungan saya, ada kesulitan yang dihadapi untuk menjalankan
pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilemma etika. Contohnya ketika dalam
situasi yang menghendaki kebijakan berhubungan dengan IT dan kemerdekaan
belajar murid.
Kesulitan dalam pengambilan keputusan adalah dikarenakan masih adanya
beberapa pendidik yang menggunakan paradigma pengajaran lama (teacher-centered) dan menganggap IT membawa dampak buruk saja terhadap murid., yakni.
Proses pembelajaran didalam kelas maupun interaksi diluar kelas masih ada yang
menggunakan model ceramah dan guru adalah satu-satunya sumber belajar yang
harus didengarkan. Demikian pula, pembelajaran didalam kelas masih kurang
maksimal dalam memanfaatkan peran IT. Hal ini berdampak dalam pelayanan pembelajaran yang kurang memenuhi
perbedaan kodrat murid.
Seorang Guru Penggerak yang telah memiliki nilai-nlai GP akan memiliki
tingkah laku hasil pencerminan nilai-nilai tersebut. Demikian pula dalam
situasi yang menghendaki pengambilan keputusan, maka Guru Penggerak akan
menunjukkan moral yang ada dalam dirinya.
Berpedoman pada nilai-nilai yang dimiliki, maka ketika seorang Guru
Penggerak mengambil keputusan. Dan keputusan yang diambil tersebut tentu akan
memerdekaan murid. Nilai inovatif yang dimiliki akan mencari ide pembelajaran
yang memenuhi kebutuhan murid dan akan dipraktikkan dalam pembelajaran.
Dalam proses pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran
hendaknya melakukan pengujian Benar versus Benar dengan berpedoman pada 4
paradigma, salah satu paradigma tersebut adalah paradigma jangka pendek versus
jangka panjang. Dalam paradigma ini, hasil keputusan yang diambil bisa
dirasakan dalam jangka waktu pendek atau dalam jangka waktu panjang. Keputusan
yang diambil merupakan titik awal perubahan yang akan terjadi. Dan hal ini akan
mempengaruhi masa selanjutnya dari pihak-pihak yang terlibat dalam keputusan
tersebut.
Dalam menjalankan peran sebagai pemimpin pembelajaran, tentu guru
banyak menghadapi situasi yang menghendaki untuk mengambil keputusan secara
bijak. Tentu saja, keputusan yang diambil hendaknya diarahkan pada pembelajaran
yang berpihak pada murid dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan belajar murid
sehingga bisa tercipta murid yang bahagia dan berkembang sesuai kodratnya.
Dalam proses pengambilan keputusan, guru bisa melibatkan atau meminta
pendapat pihak-pihak lain dalam sebuah coaching
agar bisa muncul ide-ide solutif yang memberdayakan kekuatan guru sebagai coachee. Dan akhirnya, dengan 9 langkah
pengambilan keputusan seperti dalam Modul 3.1 ini, diharapkan keputusan yang
diambil bisa mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid.